SINOPSIS
Menjelang akhir abad 19, Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan kebijakan politik etis, sebagai balas budi bangsa Belanda kepada bangsa Indonesia.
Ada tiga pokok kebijakan yang diusung dalam politik etis tersebut. Salah satunya kebijakan di bidang pendidikan, yang memungkinkan berdirinya berbagai jenis pendidikan, dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi sesuai kebutuhan pemerintah.
Dalam pada itu di awal abad 20 di Hindia Belanda merebak wabah penyakit seperti malaria, cacar, kolera, dan pes, sehingga diperlukan banyak tenaga medis, khusunya dokter. Karena itu pada 1902 di Batavia didirikan sekolah Pendidikan Dokter Hindia yang lebih dikenal dengan sebutan STOVIA (School ter Opleiding van Indische Artsen). Di sekolah ini diberikan kebebasan berpikir dan bergaul dengan berbagai komunitas. Selain itu para mahasiswa juga bebas mengkases informasi mengenai perkembangan internasional, seperti terjadinya Perang Boor yang mengakibatkan Belanda mengalami kekalahan. Perang Spanyol-Amerika yang membangkitkan revolusi Filipina. Bersamaan dengan itu era liberal berkembang yang memberi peluang bagi masuknya berbagai pemikiran dan pendidikan ke negara-negara jajahan, tidak terkecuali Hindia Belanda.
Para mahsiswa STOVIA terinspirasi oleh gagasan dan pemikiran kemanusiaan, seperti kebebasan, kesetaraan, dan persaudaran yang menjadi tema Revolusi Perancis. Kemenangan Jepang (bangsa Asia) atas Rusia (Eropa) dalam pertempuran laut pada 1905, membangkitkan kesadaran para mahasiswa STOVIA bahwa bangsa Asia juga bisa sejajar dengan bangsa-bangsa lain (Eropa). Kesadaran itu, membulatkan tekad para mahasiswa STOVIA, yang dipelopori oleh Soetomo, untuk mendirikan Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908. Awalnya gerakan Boedi Oetomo ditujukan untuk mendorong pemberian beasiswa kepada para siswa yang tidak mampu di Jawa. Namun sejalan dengan perkembangan situasi para anggota Boedi Oetomo tidak terbendung semangat kebangsaan mereka, sehingga mereka kemudian melibatkan diri dalam Volksraad (Parlemen Hindia Belanda) serta pendirian Indische Partij. Pada Kongres Boedi Oetomo terakhir 1935 Boedi Oetomo tidak terelakkan untuk berfusi ke dalam Partai Indonesia Raya (Parindra).
Titik kulminasi keterlibatan para alumnus STOVIA adalah dalam mempersiapkan kelahiran kemerdekaan Indonesia. Adalah Radjiman Widyodiningrat, seorang mantan dokter Keraton Surakarta yang dipercaya memimpin Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang merumuskan Pancasila, Pembukaan dan batang tubuh UUD 1945.
Kini Stovia sudah tidak ada. Namun semangatnya yang melahirkan gagasan dan pemikiran kemanusiaan yang mampu mewujudkan ikatan persaudaraan dan persatuan kebangsaan, sangat relevan saat ini. Perguruan tinggi Indonesia, negeri dan swasta yang ratusan jumlahnya , seyogianya meneladani “Semangat STOVIA”, sehingga dapat melahirkan para intelektual dengan gagasan dan pemikiran kemanusiaan lintas komunitas untuk meneguhkan kebangsaan Indonesia. (Wh)