EDISI APRIL 2017

SINOPSIS

Masalah keamanan, kesehatan, dan keselamatan kerja (K3) merupakan dua hal yang penting, baik bagi pekerja, perusahaan/pemberi kerja, maupun pemerintah. Namun dalam praktik sehari-hari masalah tersebut, kurang populer dibandingkan dengan isu kenaikan upah. Hampir  setiap awal tahun demo buruh/pekerja  yang dituntut kenaikan upah. Jarang ada demo buruh/pekerja yang menuntut perbaikan dan peningkatan program K3. Padahal K3 tidak kalah penting  dibandingkan dengan upah.  Pelaksanaan K3 secara baik, dapat menjamin keamanan, mencegah terjadinya kecelakaan, dan menghindari penyakit akibat kerja, sehingga buruh/pekerja terlindungi kesehatan, keamanan, dan  keselamatan kerjanya, serta dengan demikian  dapat meningkatkan  efisiensi kerja.

 

Dewasa ini kasus kecelakaan kerja relatif  tinggi, rata-rata setiap 6 jam 1 orang meninggal akibat kerja. Lebih lanjut data Badan Penyelenggara jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menunjukkan total kecelakaan kerja pada 2015 sebanyak  103.189 kasus  dan diantaranya sebanyak 2.375 kasus meninggal dunia. Data tersebut belum mencakup tenaga kerja formal dan informal yang tidak tercatat di BPJS Ketenagakerjaan. Sehubungan dengan itu, seorang pemimpin organisasi buruh menyatakan,  “Buruh bekerja demi penghidupan bukan untuk mengantarkan nyawa. Tempat kerja bukan kuburan”.

Hal itu menunjukkan perlunya perbaikan dan peningkatan kondisi dan fasilitas tempat kerja yang dapat menjamin keamanan, kesehatan, dan pencegahan terjadinya kecelakaan dalam bekerja. Semua pihak, baik buruh/pekerja, perusahaan/pemberi kerja, maupun pemerintah, semestinya melaksanakan fungsinya masing-masing demi tercapainya tujuan program K3.  “Jangan sampai semakin banyak buruh yang diambil nyawanya di tempat kerja”, ujar seorang pemimpin buruh lainnya.

 

Pemerintah dewasa ini  telah membuat kebijakan dengan membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)  Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, yang masing-masing mulai beroperasi sejak 1 Januari 2015 dan 1 Juli 2015. Jaminan sosial tersebut sangat bermanfaat, karena pekerja dapat bekerja dengan tenang dalam menghadapi kemungkinan terjadinya risiko sosial dan ekonomi,. Bagi perusahaan/pemberi kerja jaminan sosial tersebut bisa digunakan sebagai pengalihan tanggungjawabnya terhadap buruh/pekerjanya sehingga dapat fokus dalam mengelola usaha dan meningkatkan daya saingnya.

Sungguhpun demikian masih banyak perusahaan/pemberi kerja yang belum mengikuti program-program tersebut. Mereka menganggap program-program jaminan sosial tersebut merupakan beban, padahal seharusnya dipandang sebagai investasi human capital. Hal ini terbukti hingga kini masih banyak perusahaan/ pemberi kerja yang belum memanfaatkan program-program jaminan sosial tersebut. Dari 87,7 juta buruh/pekerja yang layak memperoleh jaminan ketenagakerjaan, misalnya, baru 26,2 juta atau  29,87% nya yang menjadi peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan. (Wh)

 

atas